Berhala Modern
Karya : Ade Hasanadi Jayadi
Uang tertanam di hati,
Tumbuh subur di taman jiwa,
Darah mengalirkan dolar dan rupiah,
Otak menjadi mesin emas permata.
Sumpah hanya menjadi hiasan bibir,
Agama hanya ada di Mesjid , Mushola, dan Pesantren,
Hak dan batil tiada peduli,
Kemegahan dan kemewahan menjadi tujuan.
Pangkat dan kedudukan menjadi obsesi,
Amanat terlantar di pinggiran,
Menikam saingan menjadi terbiasa,
Sedang kejujuran semakin langka.
Jatitujuh, 15 April 2011
Bila Hati ........
Oleh : A.H. Jayadi
Bila hati terluka,
Kemana cinta bermuara?
Sedang jiwa
berpeluh gelisah,
Kedamaian tertiup angin.
Bila hati penuh dendam,
Kemana kedamaian berlabuh ?
Sedang iri
dengki merasuk jiwa ,
Darah kebencian mengalir dalam nadinya.
Bila hati pemaaf,
Dendam dan benci hangus terbakar mentari,
Khilaf dan noda hanyut terbawa air hujan,
Embun pagi menetes sejuk di relung jiwa,
Bila hati penuh cinta,
Bunga bermekaran di taman jiwa,
Laut dan langit biru jernih,
Mentari tersenyum ceria.
Jatitujuh, 29 April 2011
LAUT
NAN PERMAI
Nyiur
melambai-lambai di pantai,
Dibelai
sang bayu yang berhembus sejuk,
Debur
ombak laut biru yang jernih,
Membawa
peselancar yang kekar
Menari-nari
di permukaan laut.
Bawah
laut nan permai,
Ikan
berbagai jenis dan corak warna,
Bermain-main
di terumbu karang,
Air
laut yang jernih,
Mengajak
penyelam menikmati keindahannya.
Pantai
berpasir putih terhampar,
Menarik
para insan,
Untuk
menikmati keindahan laut,
Sambil
bercanda ria,
Dan
melepaskan kepenatan serta kejenuhan,
Hati
kita terbebas dari belenggu rutinitas.
Menyibak
Kabut
Karya
: A.H. Jayadi
Biarlah aku
menapaki jalanMu,
walau
kerikil tajam menusuk telapak kakiku,
walau badai
menghempas tubuhku,
aku tak akan
berbelok arah.
Andai seribu widadari melumat tubuhku,
aku tak akan
terusik ilusi fatamorgana,
mayapada
hanya persinggahan,
yang merayu
dengan kilauan lembayung,
Biarlah aku
menikmati sejuknya embun
yang
menetes di setiap desah nafasku ,
biarlah aku
menikmati hangatnya mentari,
yang
menerangi relung jiwaku,
Kepedihan
adalah obat ,
‘tuk
menguatkan jiwa yang rapuh,
keluh kesah
adalah racun
yang
menghancurkan kalbu.
Kucoba
kubangun istana keikhlasan,
di pelataran
hati nan sunyi,
‘kan ku
sibak kabut riya
yang selalu
menutupi pandanganku.
Jatitujuh,
20112010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar