Kamis, 23 Februari 2012

Puisi - Puisi Karya Sutarji Kalsum Bachri


ANA BUNGA 
Terjemahan bebas (Adaptasi) dari puisi Kurt Schwittters, Anne Blumme 
Oleh : 
Sutardji Calzoum Bachri
 
Oh kau Sayangku duapuluh tujuh indera 
Kucinta kau 
Aku ke kau ke kau aku 
Akulah kauku kaulah ku ke kau 
Kita ? 
Biarlah antara kita saja 
Siapa kau, perempuan tak terbilang 
Kau 
Kau ? - orang bilang kau - biarkan orang bilang 
Orang tak tahu menara gereja menjulang 
Kaki, kau pakaikan topi, engkau jalan 
dengan kedua 
tanganmu 
Amboi! Rok birumu putih gratis melipat-lipat 
Ana merah bunga aku cinta kau, dalam merahmu aku 
cinta kau 
Merahcintaku Ana Bunga, merahcintaku pada kau 
Kau yang pada kau yang milikkau aku yang padaku 
kau yang padaku 
Kita? 
Dalam dingin api mari kita bicara 
Ana Bunga, Ana Merah Bunga, mereka bilang apa? 
Sayembara : 
                Ana Bunga buahku 
                Merah Ana Bunga 
                Warna apa aku? 
Biru warna rambut kuningmu 
Merah warna dalam buah hijaumu 
Engkau gadis sederhana dalam pakaian sehari-hari 
Kau hewan hijau manis, aku cinta kau 
Kau padakau  yang milikau yang kau aku 
yang milikkau 
kau yang ku 
Kita ? 
Biarkan antara kita saja 
pada api perdiangan 
Ana Bunga, Ana, A-n-a, akun teteskan namamu 
Namamu menetes bagai lembut lilin 
Apa kau tahu Ana Bunga, apa sudah kau tahu? 
Orang dapat membaca kau dari belakang 
Dan kau yang paling agung dari segala 
Kau yang dari belakang, yang dari depan 
A-N-A 
Tetes lilin mengusapusap punggungku 
Ana Bunga 
Oh hewan meleleh 
Aku cinta yang padakau! 
1999 
Catatan: Terjemahan Anna Blume dikerjakan untuk panitia peringatan Kurt Schwitters, Niedersachen, Jerman.

OASE: Sajak-sajak Sutardji Calzoum Bachri 
Republikaedisi : 28 November 1999
 

AYO 
Oleh : 
Sutardji Calzoum Bachri
 
Adakah yang lebih tobat 
dibanding air mata 
adakah yang lebih mengucap 
dibanding airmata 
adakah yang lebih nyata 
adakah yang lebih hakekat 
dibanding airmata 
adakah yang lebih lembut 
adakah yang lebih dahsyat 
dibanding airmata 
para pemuda yang 
melimpah di jalan jalan 
itulah airmata 
samudera puluhan tahun derita 
yang dierami ayahbunda mereka 
dan diemban ratusan juta 
mulut luka yang terpaksa 
mengatup diam 
kini airmata 
lantang menderam 
meski muka kalian 
takkan dapat selamat 
di hadapan arwah sejarah 
ayo 
masih ada sedikit saat 
untuk membasuh 
pada dalam dan luas 
airmata ini 
ayo 
jangan bandel 
jangan nekat pada hakekat 
jangan kalian simbahkan 
gas airmata pada lautan airmata 
                          malah tambah merebak 
jangan letupkan peluru 
logam akan menangis 
dan tenggelam 
             dikedalaman airmata 
jangan gunakan pentungan 
mana ada hikmah 
mampat 
karena pentungan 
para muda yang raib nyawa 
karena tembakan 
yang pecah kepala 
sebab pentungan 
memang tak lagi mungkin 
jadi sarjana atau apa saia 
namun 
mereka telah 
nyempurnakan 
bakat gemilang 
sebagai airmata 
yang kini dan kelak 
selalu dibilang 
bagi perjalanan bangsa
OASE: Sajak-sajak Sutardji Calzoum Bachri 
Republika edisi : 28 November 1999
 

BATU 
Oleh : 
Sutardji Calzoum Bachri
 
        batu mawar 
        batu langit 
        batu duka 
        batu rindu 
        batu janun 
        batu bisu 
        kaukah itu 
                        teka 
                                teki 
        yang 
        tak menepati janji ? 
    Dengan seribu gunung langit tak runtuh dengan seribu perawan 
    hati takjatuh dengan seribu sibuk sepi tak mati dengan 
    seribu beringin ingin tak teduh.  Dengan siapa aku mengeluh? 
    Mengapa jam harus berdenyut sedang darah tak sampa mengapa gunung harus meletus sedang langit tak sampai mengapa peluk 
    diketatkan sedang hati tak sampai mengapa tangan melambai 
    sedang lambai tak sampai.  Kau tahu 
        batu risau 
        batu pukau 
        batu Kau-ku 
        batu sepi 
        batu ngilu 
        batu bisu 
        kaukah itu 
                                teka 
                        teki 
                        yang 
        tak menepati 
                        janji ? 
        Memahami Puisi, 1995 
        Mursal Esten
 

BAYANGKAN 
untuk Salim Said 
Oleh : 
Sutardji Calzoum Bachri
 
direguknya 
         wiski 
            direguk 
               direguknya 
bayangkan kalau tak ada wiski di bumi 
sungai tak mengalir dalam aortaku katanya 
di luar wiski 
           di halaman 
                 anak-anak bermain 
bayangkan kalau tak ada anak-anak di bumi 
aku kan lupa bagaimana menangis katanya 
direguk 
   direguk 
       direguknya wiski 
            sambil mereguk tangis 
lalu diambilnya pistol dari laci 
bayangkan kalau aku tak mati mati katanya 
dan ditembaknya kepala sendiri 
bayangkan 
1977 
sajak-sajak: Sutardji Calzoum Bachri 
Date: Wed, 17 Nov 1999 01:27:04 -0800 
Mailing List MSI Penyair 
Pengirim Nanang Suryadi
 

GAJAH DAN SEMUT 
Oleh : 
Sutardji Calzoum Bachri
 
tujuh gajah 
cemas 
meniti jembut 
serambut 
tujuh semut 
turun gunung 
terkekeh 
kekeh 
perjalanan 
kalbu 
1976-1979
sajak-sajak: Sutardji Calzoum Bachri 
Date: Wed, 17 Nov 1999 01:27:04 -0800 
Mailing List MSI Penyair 
Pengirim Nanang Suryadi
 

JEMBATAN
Oleh  : 
Sutardji Calzoum Bachri
 
    Sedalam-dalam sajak takkan mampu menampung airmata 
    bangsa. Kata-kata telah lama terperangkap dalam basa-basi 
    dalam teduh pekewuh dalam isyarat dan kisah tanpa makna. 
    Maka aku pun pergi menatap pada wajah berjuta. Wajah orang 
    jalanan yangberdiri satu kaki dalam penuh sesak bis kota. 
    Wajah orang tergusur. Wajah yang ditilang malang. Wajah legam 
    para pemulung yang memungut remah-remah pembangunan. 
    Wajah yang hanya mampu menjadi sekedar penonton etalase 
    indah di berbagai palaza. Wajah yang diam-diam menjerit 
    mengucap 
    tanah air kita satu 
    bangsa kita satu 
    bahasa kita satu 
    bendera kita satu ! 
    Tapi wahai saudara satu bendera kenapa sementara jalan jalan 
    mekar di mana-mana menghubungkan kota-kota, jembatan-jembatan 
    tumbuh kokoh merentangi semua sungai dan lembah 
    yang ada, tapi siapakah yang akan mampu menjembatani jurang 
    di antara kita ? 
    Di lembah-lembah kusam pada puncak tilang kersang dan otot 
    linu mengerang mereka pancangkan koyak-miyak bendera hati 
    dipijak ketidakpedulian pada saudara. Gerimis tak ammpu 
    mengucapkan kibarnnya. 
    Lalu tanpa tangis mereka menyanyi padamu negeri airmata kami. 
Sajak-sajak Perjuangan dan Nyanyian Tanah Air

KUCING
Oleh : 
Sutardji Calzoum Bachri
 
            ngiau!  Kucing dalam  darah dia menderas 
            lewat  dia  mengalir  ngilu  ngiau  dia  ber 
            gegas  lewat dalam aortaku dalam rimba 
            darahku dia  besar dia bukan harimau bu 
            kan singa bukan  hiena  bukan leopar  dia 
            macam kucing bukan kucing  tapi   kucing 
            ngiau dia lapar dia  merambah  rimba  af 
            rikaku dengan cakarnya dengan amuknya 
            dia meraung  dia mengerang jangan beri 
            daging dia tak  mau daging Jesus jangan 
            beri  roti  dia  tak   mau   roti   ngiau   ku 
            cing   meronta  dalam  darahku  meraung 
            merambah  barah  darahku  dia lapar 0 a 
            langkah  lapar   ngiau   berapa  juta  hari 
            dia  tak  makan  berapa  ribu  waktu  dia 
            tak  kenyang  berapa juta lapar lapar ku 
            cingku  berapa  abad  dia mencari menca 
            kar  menunggu  tuhan mencipta kucingku 
            tanpa mauku dan sekarang  dia  meraung 
            mencariMu  dia   lapar   jangan   beri  da 
            ging   jangan   beri  nasi  tuhan  mencipta 
            nya  tanpa  setahuku  dan  kini  dia  minta 
            tuhan  sejemput  saja  untuk tenang seha 
            ri  untuk  kenyang  sewaktu untuk tenang 
        Memahami Puisi, 1995 
        Mursal Esten
 

LA NOCHE DE LAS PALABRAS 
(EL DIARIO DE MEDELLIN)
 
Oleh : 
Sutardji Calzoum Bachri
 
Di cafe jalanan Noventa Y Sieta, Medellin, Columbia 
kami mengepung bulan 
dan mereka yang mendengarkan puisi kami 
mencoba menaklukkan bulan dengan cara mereka 
berkomplot dengan anggur daun cerbeza 
bersekongkol dengan gadisgadis 
memancing bulan dengan keluasan dada 
Musim panas 
Menjulang di Medelin 
menampilkan sutera 
di keharibaan malam cuaca 
ratusan para lilin 
menyandar di pundak malam 
mengucap 
menyebutnyebut cahaya 
sambil mencoba 
memahami takdir di wajah-wajah usia 
kami para penyair 
meneruskan zikir kami 
-palabras palabras palabras palabras 
- 
--kata kata kata kata -- 
semakin kental mengucap 
cahaya pun memadat 
sampai kami bisa buat 
sesuka kami atas padat cahaya 
lantas bulan kesurupan 
kesadaran kami meninggi 
bulan turun pada kami 
dan kami mengatasi bulan 
sampailah kami pada kerajaan kata-kata 
jika kami membilang ayah 
ia juga ayah kata-kata 
jika kami menyebut hari 
juga harinya kata-kata 
jika kami mengucap diri 
pastilah juga diri kata kata 
Di cafe jalanan Medellin 
purnama jatuh 
kata-kata menjadi kami 
kami menjadi kata kata
Medellin, Colombia 1997
OASE: Sajak-sajak Sutardji Calzoum Bachri 
Republikaedisi : 28 November 1999


LUKA 
Oleh : 
Sutardji Calzoum Bachri
 
ha ha
sajak-sajak: Sutardji Calzoum Bachri 
Date: Wed, 17 Nov 1999 01:27:04 -0800 
Mailing List MSI Penyair 
Pengirim Nanang Suryadi
 

MANTERA
Oleh : 
Sutardji Calzoum Bachri
 
                    lima percik mawar 
                    tujuh sayap merpati 
                    sesayat langit perih 
                    dicabik puncak gunung 
                    sebelas duri sepi 
                    dalam dupa rupa 
                    tiga menyan luka 
                    mengasapi duka 
                    puah! 
                    kau jadi Kau! 
                    Kasihku
        Memahami Puisi, 1995 
        Mursal Esten
 

NGIAU 
Oleh : 
Sutardji Calzoum Bachri
 
Suatu gang panjang menuju lumpur dan terang tubuhku mengapa 
panjang. Seekor kucing menjinjit tikus yang menggelepar 
tengkuknya. Seorang perempuan dan seorang lelaki bergigitan. 
Yang mana kucing yang mana tikusnya? Ngiau! Ah gang 
yang panjang. Cobalah tentukan! Aku kenal Afrika aku kenal 
Eropa aku tahu Benua aku kenal jam aku tagu jentara 
aku kenal terbang. Tapi bila dua manusia saling gigitan 
menanamkan gigi-gigi sepi mereka akan ragu menetapkan yang 
mana suka yang mana luka yang mana hampa yang mana 
makna yang mana orang yang mana kera yang mana dosa yang 
mana surga.
sajak-sajak: Sutardji Calzoum Bachri 
Date: Wed, 17 Nov 1999 01:27:04 -0800 
Mailing List MSI Penyair 
Pengirim Nanang Suryadi
 

O 
Oleh : 
Sutardji Calzoum Bachri
 
dukaku dukakau dukarisau dukakalian dukangiau 
resahku resahkau resahrisau resahbalau resahkalian 
raguku ragukau raguguru ragutahu ragukalian 
mauku maukau mautahu mausampai maukalian maukenal maugapai 
siasiaku siasiakau siasia siabalau siarisau siakalian siasia 
waswasku waswaskau waswaskalian waswaswaswaswaswaswaswaswaswas 
duhaiku duhaikau duhairindu duhaingilu duhaikalian duhaisangsai 
oku okau okosong orindu okalian obolong o risau o Kau O...
sajak-sajak: Sutardji Calzoum Bachri 
Date: Wed, 17 Nov 1999 01:27:04 -0800 
Mailing List MSI Penyair 
Pengirim Nanang Suryadi


PARA PEMINUM 
Oleh : 
Sutardji Calzoum Bachri
 
di lereng lereng 
para peminum 
mendaki gunung mabuk 
kadang mereka terpeleset 
jatuh 
dan mendaki lagi 
memetik bulan 
di puncak 
mereka oleng 
tapi mereka bilang 
--kami takkan karam 
dalam lautan bulan-- 
mereka nyanyi nyanyi 
jatuh 
dan mendaki lagi 
di puncak gunung mabuk 
mereka berhasil memetik bulan 
mereka menyimpan bulan 
dan bulan menyimpan mereka 
di puncak 
semuanya diam dan tersimpan 
Sajak-sajak: Sutardji Calzoum Bachri 
Date: Wed, 17 Nov 1999 01:27:04 -0800 
Mailing List MSI Penyair 
Pengirim Nanang Suryadi
 

SEPISAUPI 
Oleh : 
Sutardji Calzoum Bachri
 
sepisau luka sepisau duri 
sepikul dosa sepukau sepi 
sepisau duka serisau diri 
sepisau sepi sepisau nyanyi 
sepisaupa sepisaupi 
sepisapanya sepikau sepi 
sepisaupa sepisaupoi 
sepikul diri keranjang duri 
sepisaupa sepisaupi 
sepisaupa sepisaupi 
sepisaupa sepisaupi 
sampai pisauNya ke dalam nyanyi 
1973 
sajak-sajak: Sutardji Calzoum Bachri 
Date: Wed, 17 Nov 1999 01:27:04 -0800 
Mailing List MSI Penyair 
Pengirim Nanang Suryadi
 

TANAH AIR MATA
Oleh : 
Sutardji Calzoum Bachri
 
                Tanah airmata tanah tumpah dukaku 
                mata air airmata kami 
                airmata tanah air kami 
                di sinilah kami berdiri 
                menyanyikan airmata kami 
                di balik gembur subur tanahmu 
                kami simpan perih kami 
                di balik etalase megah gedung-gedungmu 
                kami coba sembunyikan derita kami 
                kami coba simpan nestapa 
                kami coba kuburkan duka lara 
                tapi perih tak bisa sembunyi 
                ia merebak kemana-mana 
                bumi memang tak sebatas pandang 
                dan udara luas menunggu 
                namun kalian takkan bisa menyingkir 
                ke manapun melangkah 
                kalian pijak airmata kami 
                ke manapun terbang 
                kalian kan hinggap di air mata kami 
                ke manapun berlayar 
                kalian arungi airmata kami 
                kalian sudah terkepung 
                takkan bisa mengelak 
                takkan bisa ke mana pergi 
                menyerahlah pada kedalaman air mata 
                (1991) 
                Sajak-sajak Perjuangan dan Nyanyian Tanah Air 

TAPI 
Oleh : 
Sutardji Calzoum Bachri
 
        aku bawakan bunga padamu 
                                                        tapi kau bilang masih 
        aku bawakan resahku padamu 
                                                        tapi kau bilang hanya 
        aku bawakan darahku padamu 
                                                        tapi kau bilang cuma 
        aku bawakan mimpiku padamu 
                                                        tapi kau bilang meski 
        aku bawakan dukaku padamu 
                                                        tapi kau bilang tapi 
        aku bawakan mayatku padamu 
                                                        tapi kau bilang hampir 
        aku bawakan arwahku padamu 
                                                        tapi kau bilang kalau 
        tanpa apa aku datang padamu 
                                                        wah !
        Memahami Puisi, 1995 
        Mursal Esten
 


  TRAGEDI WINKA & SIHKA
Oleh : 
Sutardji Calzoum Bachri
 
             kawin 
                     kawin 
                              kawin 
                                      kawin 
                                                    kawin 
                                              ka 
                                          win 
                                       ka 
                                  win 
                              ka 
                          win 
                      ka 
                win 
            ka 
                winka 
                        winka 
                                winka 
                                        sihka 
                                                sihka 
                                                        sihka 
                                                                sih 
                                                            ka 
                                                        sih 
                                                    ka 
                                                sih 
                                            ka 
                                        sih 
                                    ka 
                                sih 
                            ka 
                                sih 
                                    sih 
                                        sih 
                                            sih 
                                                sih 
                                                    sih 
                                                        ka 
                                                            Ku 
        Memahami Puisi, 1995 
        Mursal Esten
 


WALAU 
Oleh : 
Sutardji Calzoum Bachri
 
        Walau penyair besar 
        takkan sampai sebatas allah 
        dulu pernah kuminta tuhan 
        dalam diri 
        sekarang tak 
        kalau mati 
        mungkin matiku bagai batu tamat bagai pasir tamat 
        tujuh puncak membilang-bilang 
        nyeri hari mengucap-ucap 
        di butir pasir kutulis rindu rindu 
        walau huruf habislah sudah 
        alif bataku belum sebatas allah
        Memahami Puisi, 1995 
        Mursal Esten 


SATU
Oleh : 
Sutardji Calzoum Bachri


kuterjemahkan tubuhku ke dalam tubuhmu
ke dalam rambutmu kuterjemahkan rambutku
jika tanganmu tak bisa bilang tanganku
kuterjemahkan tanganku ke dalam tanganmu
jika lidahmu tak bisa mengucap lidahku
kuterjemahkan lidahku ke dalam lidahmu
aku terjemahkan jemariku ke dalam jemarimu
jika jari jemarimu tak bisa memetikku
ke dalam darahmu kuterjemahkan darahku
kalau darahmu tak bisa mengucap darahku
jika ususmu belum bisa mencerna ususku
kuterjemahkan ususku ke dalam ususmu
kalau kelaminmu belum bilang kelaminku
aku terjemahkan kelaminku ke dalam kelaminmu

daging kita satu arwah kita satu
walau masing jauh
yang tertusuk padamu berdarah padaku

Pil
Oleh : 
Sutardji Calzoum Bachri


Memang pil seperti pil macam pil walau pil
Hanya pil hampir pil sekedar pil ya toh pil
Meski pil tapi tak pil apalah pil
Pil pil pil mengapa gigil ?
Aku demam pil bilang
Obat jadi barah
Apakah pasien ?
Tempeleng !


AMUK
karya: Sutardji C. Bachri

.... aku bukan penyair sekedar
aku depan
depan yang memburu
membebaskan kata memanggilMu

pot pot pot
pot pot
kalau pot tak mau pot
biar pot semau pot
mencari pot
pot
hei Kau dengar manteraku
Kau dengar kucing memanggilMu
izukalizu
pot
hei Kau dengar manteraku
Kau dengar kucing memanggilMu
izukalizu mapakazaba itasatali
tutulita papaliko arukabazaku kodega zuzukalibu
tutukaliba dekodega zamzam lagotokoco zukuzangga
zegezegeze zukuzangga zegezegeze zukuzangga
zegezegeze zukuzangga zegezegeze aahh...!
nama kalian bebas carilah tuhan semaumu 


Idul Fitri

Lihat
Pedang tobat ini menebas-nebas hati
dari masa lampau yang lalai dan sia
Telah kulaksanakan puasa ramadhanku,
telah kutegakkan shalat malam
telah kuuntaikan wirid tiap malam dan siang
Telah kuhamparkan sajadah
Yang tak hanya nuju Ka’bah
tapi ikhlas mencapai hati dan darah
Dan di malam-malam Lailatul Qadar akupun menunggu
Namun tak bersua Jibril atau malaikat lainnya
Maka aku girang-girangkan hatiku

Aku bilang:
Tardji rindu yang kau wudhukkan setiap malam
Belumlah cukup untuk menggerakkan Dia datang
Namun si bandel Tardji ini sekali merindu
Takkan pernah melupa
Takkan kulupa janji-Nya
Bagi yang merindu insya Allah ka nada mustajab Cinta
Maka walau tak jumpa denganNya
Shalat dan zikir yang telah membasuh jiwaku ini
Semakin mendekatkan aku padaNya
Dan semakin dekat
semakin terasa kesia-siaan pada usia lama yang lalai berlupa

O lihat Tuhan, kini si bekas pemabuk ini
ngebut
di jalan lurus
Jangan Kau depakkan lagi aku ke trotoir
tempat usia lalaiku menenggak arak di warung dunia
Kini biarkan aku meneggak marak CahayaMu
di ujung sisa usia
O usia lalai yang berkepanjangan
Yang menyebabkan aku kini ngebut di jalan lurus
Tuhan jangan Kau depakkan aku lagi ke trotoir
tempat aku dulu menenggak arak di warung dunia

Maka pagi ini
Kukenakan zirah la ilaha illAllah
aku pakai sepatu sirathal mustaqim
aku pun lurus menuju lapangan tempat shalat Id
Aku bawa masjid dalam diriku
Kuhamparkan di lapangan
Kutegakkan shalat
Dan kurayakan kelahiran kembali
di sana




KUCING

ngiau! Kucing dalam darah dia menderas
lewat dia mengalir ngilu ngiau dia ber
gegas lewat dalam aortaku dalam rimba
darahku dia besar dia bukan harimau bu
kan singa bukan hiena bukan leopar dia
macam kucing bukan kucing tapi kucing
ngiau dia lapar dia merambah rimba af
rikaku dengan cakarnya dengan amuknya
dia meraung dia mengerang jangan beri
daging dia tak mau daging Jesus jangan
beri roti dia tak mau roti ngiau ku
cing meronta dalam darahku meraung
merambah barah darahku dia lapar 0 a
langkah lapar ngiau berapa juta hari
dia tak makan berapa ribu waktu dia
tak kenyang berapa juta lapar lapar ku
cingku berapa abad dia mencari menca
kar menunggu tuhan mencipta kucingku
tanpa mauku dan sekarang dia meraung
mencariMu dia lapar jangan beri da
ging jangan beri nasi tuhan mencipta
nya tanpa setahuku dan kini dia minta
tuhan sejemput saja untuk tenang seha
ri untuk kenyang sewaktu untuk tenang






Wahai pemuda mana telurmu?

Apa gunanya merdeka
Kalau tak bertelur
Apa gunanya bebas
Kalau tak menetas?

Wahai bangsaku
Wahai pemuda
Mana telurmu?

Burung jika tak bertelur
Tak menetas
Sia-sia saja terbang bebas

Kepompong menetaskan
kupu-kupu,
Kuntum membawa bunga
Putik jadi buah
Buah menyimpan biji
Menyimpan mimpi
Menyimpan pohon
dan bunga-bunga

Uap terbang menetas awan
Mimpi jadi, sungai pun jadi,
Menetas jadi,
Hakekat lautan

Setelah kupikir-pikir
Manusia ternyata burung berpikir

Setelah kurenung-renung
Manusia adalah
burung merenung

Setelah bertafakur
Tahulah aku
Manusia harus bertelur

Burung membuahkan telur
Telur menjadi burung
Ayah menciptakan anak
Anak melahirkan ayah

Wahai para pemuda
Wahai garuda
Menetaslah
Lahirkan lagi
Bapak bagi bangsa ini!

Menetaslah
Seperti dulu
Para pemuda
Bertelur emas

Menetas kau
Dalam sumpah mereka

SCB,
7 Agustus 2010







Tidak ada komentar:

Posting Komentar